SyarQ menyediakan layanan pembiayaan dengan akad murabahah. Skema akad murabahah adalah:

  1. Pembeli membutuhkan barang, misalkan jam tangan seharga Rp 1 juta, tetapi tidak bisa membeli tunai, bisanya dengan mencicil.
  2. SyarQ membeli barang tersebut kemudian menjual kepada pembeli seharga Rp 1,2 juta dengan skema cicilan setiap bulan 100 ribu selama 12 bulan.

Prinsipnya, dengan akad murabahah, SyarQ tidak akan memberikan uang kepada pembeli. Pembeli mendapatkan barang yang dia butuhkan, tetapi karena tidak punya uang tunai yang cukup, dia akan membayarnya dengan mencicil.

Sesuai dengan aturan Allah, diharamkan riba, dihalalkan jual-beli.

Skema murabahah ini sederhana, pembeli dapat barang yang dibutuhkan, SyarQ mendapatkan keuntungan dari margin harga karena telah membolehkan pembeli membayar dengan mencicil. Proses antara SyarQ dan Pembeli adalah jual beli.

Namun, seperti yang telah ditulis di tulisan sebelumnya, bahwa ada manusia yang rakus. Dia ingin kebebasan dalam menggunakan uang, tidak mau transparan apa kebutuhannya.

Membeli Barang yang Dijual Sendiri

Ada sebuah kasus dimana ada nasabah SyarQ yang kemudian mengakali sistem murabahah yang sederhana ini. Oknum tersebut menjual barang di sebuah marketplace kemudian diajukan pembelian cicilan di SyarQ. SyarQ kemudian membeli barang tersebut kemudian dia mencicil di SyarQ.

Oknum tersebut mendapatkan uang cash dari SyarQ akibat dari transaksi SyarQ yang membeli barang dari penjual. Kemudian dia mencicil ke SyarQ, untuk produk yang dijual dan dibeli sendiri, dan mungkin juga produknya itu fiktif.

SyarQ secara skema dan akad sudah benar. Namun ada orang yang mengakali sistem itu agar mendapatkan uang cash, untuk kemudian digunakan sesuai dengan keinginan dia.

Kenapa SyarQ tidak meminjamkan uang? Karena jika meminjamkan uang, SyarQ tidak boleh mengambil keuntungan. Keuntungan hanya bisa diperoleh melalui transaksi jual-beli, bukan transaksi ribawi.

--

--