Sistem Perekonomian dalam Islam (Part. 3)

D Ryandi
SyarQ — #1 Halal Platform
3 min readAug 31, 2018

--

Kesenjangan pendapatan dan kekayaan berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi. Kesenjangan harus diatasi dengan cara:

  1. Menghapuskan monopoli, kecuali oleh pemerintah, untuk bidang tertentu;
  2. Menjamin hak dan kewajiban semua pihak dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, sirkulasi, maupun konsumsi;
  3. Menjamin basic needs fulfillment (pemenuhan kebutuhan dasar hidup) setiap anggota masyarakat;
  4. Melaksanakan amanah at-takaaful al-ijtimai atau social economic security insurance (jaminan sosial- ekonomi): orang yang mampu menanggung dan membantu yang tidak mampu.

Dengan cara itu, standar kehidupan setiap individu akan lebih terjamin. Sisi manusiawi dan kehormatan setiap individu akan lebih terjaga, sesuai dengan martabat yang telah melekat pada manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Rasulullah SAW bersabda:

“Bukan muslim yang baik, orang yang tidur dengan kenyang sementara tetangganya tak tidur karena kelaparan.”

Konsep keadilan Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsep keadilan ekonomi, menghendaki setiap individu mendapatkan imbalan sesuai dengan amal dan karyanya. Ketidaksamaan pendapatan dimungkinkan dalam Islam karena kontribusi masing-masing berbeda kepada masyarakat. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirma, artinya:

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antar mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derjat….” (QS. Az-Zukhruf: 32)

Islam membenarkan seseorang memiliki kekayaan lebih dari yang lain. Sepanjang kekayaannya diperoleh dengan cara yang benar. Juga telah menunaikan kewajibannya terhadap kesejahteraan masyarakat, baik dalam bentuk zakat maupun amal kebajikan lain, seperti infak dan sedekah. Meskipun demikian, Islam

sangat menganjurkan golongan yang kaya untuk tetap tawadhu dan tidak pamer. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah SWT mencintai hamba yang bertakwa, kaya, lagi menyembunyikan (simbol-simbol kekayaannya).” (HR Muslim)

Jika seluruh ajaran Islam (termasuk pelaksanaan syariah serta norma keadilan) diterapkan, kesenjangan kekayaan serta pendapatan yang mencolok tidak akan terjadi di dalam masyarakat.

Pilar terpenting dalam keyakinan seorang Muslim adalah kepercayaan bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Ia tidak tunduk kepada siapa pun kecuali kepada Allah (QS. ar-Ra’d: 36 dan Luqman: 32). Ini merupakan dasar bagi Piagam Kebebasan Islam dari segala bentuk perbudakan.

Menyangkut hal ini, Al-Qur’an tegas menyatakan bahwa tujuan utama dari misi kenabian Muhammad SAW adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunya (al-A’raaf: 157).

Konsep Islam sangat jelas: manusia dilahirkan merdeka.

Oleh karena itu, tidak ada seorang pun, bahkan negara mana pun, yang berhak mencabut kemerdekaan dan membuat hidup manusia menjadi terikat. Dalam konsep ini, setiap individu berhak menggunakan kemerdekaannya sepanjang tetap berada dalam kerangka norma-norma Islami. Kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara sosial maupun di hadapan Allah.

Islam mengakui pandangan universal bahwa kebebasan individu bersinggungan atau bahkan dibatasi oleh kebebasan individu lain. Menyangkut masalah hak individu dalam kaitannya dengan masyarakat, para sarjana Muslim sepakat pada prinsip-prinsip berikut:

  1. Kepentingan masyarakat harus didahulukan dari kepentingan individu;
  2. Melepas kesulitan harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat (dar’ul mafasid muqaddamun ’ala jalbi al-mashalih), meskipun keduanya sama-sama merupakan tujuan syariah;
  3. Kerugian yang lebih besar tidak dapat diterima untuk menghilangkan yang lebih kecil. Manfaat yang lebih besar tidak dapat dikorbankan untuk manfaat yang lebih kecil. Sebaliknya, bahaya yang lebih kecil harus dapat diterima/diambil untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar. Manfaat yang lebih kecil dapat dikorbankan untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar.

Kebebasan individu dalam kerangka etika Islam diakui selama tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar, atau individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain.

dikutip dari:

Buku Ekonomi Islam untuk Sekolah Lanjutan (dengan sedikit penyesuaian)

Disusun oleh: Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec

https://tazkia.ac.id. Jl.Ir. H. Djuanda No.78 Sentul City, Bogor 16810 Indonesia. Telp. 021–87962291–93

--

--