Jejak Sejarah Keuangan Syariah Indonesia
Fase Kemunculan Keuangan Berbasis Islam Modern di Indonesia

Menurut sejarah perbankan syariah di Indonesia, berdirinya bank berbasis syariah lebih banyak diusahakan oleh kelompok profesional muslim yang lebih berorientasi pada praktik. Namun secara teori keuangan pada umumnya belum terdapat kesepakatan dikalangan akademisi. Kelompok profesional ini merasa tidak perlu menunggu perkembangan teori terlalu jauh. Mereka cenderung mewujudkan fikih muamalat ke dalam praktik, tentu saja setelah dilakukan konseptualisasi. Perkembangan selanjutnya dikawal oleh Dewan Syariah yang dibentuk di tingkat nasional maupun di setiap bank dan lembaga keuangan syariah.
Jika menilik dari fase perkembangan keuangan islam di Indonesia, maka kita akan menemui berbagai aturan yang muncul dari inisiatif tokoh agama dan profesional muslim. Berikut fase kemunculan keuangan islam modern di Indonesia:
1. 1983–1992: Rencana Terapkan “Sistem Bagi Hasil”
Pada tahun 1983, terdapat peristiwa besar dalam dunia perbankan Indonesia. Bank Indonesia (BI) memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah melalui kebijakan deregulasi perbankan memiliki tujuan menciptakan kondisi perbankan lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian. Selain itu, pemerintah Indonesia telah berencana menerapkan “sistem bagi hasil” dalam perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.
Tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Agustus 1990, MUI menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (MUNAS) ke-IV MUI di Jakarta tahun 1990. MUNAS tersebut menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI adalah berdirilah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI). Sesuai akte pendiriannya, BMI berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991 dan beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah belum memperoleh perhatian yang optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional.
2. 1992–1998: Landasan Hukum Bank Syariah Pertama
Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah, saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang “bank dengan sistem bagi hasil” pada Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 1992; tanpa rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
Pada tahun 1998, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan penyempurnaan UU No. 7 tahun 1992 menjadi UU No. 10 Tahun 1998. UU tersebut secara tegas menjelaskan bahwa terdapat dua sistem dalam perbankan di tanah air, yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Peluang ini disambut hangat masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar, BPD Aceh, dan bank syariah lainnya.
3. 1998–2010: Muncul Kebijakan Syariah diberbagai Sektor
Pengesahan beberapa produk perundangan telah memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan islam. Dengan telah diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum. Peraturan keuangan islam yang memadai akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat secara signifikan.
Perkembangan perbankan syariah yang impresif hingga mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir Tidak heran peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan. Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah Bank Umum Syariah (BUS). pada tahun 2009 hingga 2010, berawal dari 5 BUS menjadi 11 BUS.
4. 2010–2015: Pemantapan Kebijakan Syariah
Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, dalam dua dekade pengembangan keuangan syariah nasional, sudah banyak pencapaian kemajuan, baik dari aspek lembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, maupun kewaspadaan dan literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah. Sistem keuangan syariah kita menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara internasional.
Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Maka pengawasan dan pengaturan perbankan syariah juga beralih ke OJK. Selaku otoritas sektor jasa keuangan, OJK terus menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan sektor keuangan syariah. OJK menyusun visi dn startegi tersebut kedalam Roadmap Perbankan Syariah Indonesia (RPSI) 2015–2019 yang dilaunching pada Pasar Rakyat Syariah 2014.
OJK mengharapkan RPSI menjadi panduan arah pengembangan sektor keuangan syariah. RPSI berisikan inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pengembangan yang ditetapkan OJK. Hasil awal terlihat pada tahun 2015, industri perbankan syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS dengan total aset sebesar Rp. 273,494 Triliun dengan pangsa pasar 4,61%.
5. 2015–2017: Digitalisasi Keuangan Syariah
Seiring meningkatnya permintaan masyarakat terhadap sistem keuangan transparan, praktis, dan akuntabel. OJK mendorong inovasi keuangan berbasis teknologi yang tengah berkembang untuk memenuhi permintaan tersebut. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi menjadi usaha OJK membangun legalitas untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Aturan tersebut diperuntukkan bagi perusahaan keuangan konvensional berbasis teknologi yang tengah berkembang.
Saat ini perusahaan keuangan syariah berbasis teknologi belum memiliki aturan tersendiri dan masih mengacu kepada Peraturan OJK tersebut. Namun tidak menjadi penghalang perusahaan rintisan atau startup mengembangkan aplikasi keuangan berbasis teknologi. SyarQ, salah satu financial technology (fintech) berbasis syariah sebagai solusi atas transaksi riba. Platform penyedia fasilitas cicilan produk tanpa kartu kredit sebagai alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhan membeli barang. SyarQ menjadi pilihan utama muslim melakukan pembayaran produk di toko online.
Sumber:
- http://karimconsulting.com/outlook-perbankan-syariah-2017/
- http://business-law.binus.ac.id/2016/03/31/potensi-perkembangan-keuangan-syariah-di-indonesia/
- http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/regulasi/peraturan-perbankan-syariah-pbi-dan-sebi/default.aspx
- http://www.academia.edu/9786997/Sejarah_dan_Perkembangan_Ekonomi_Islam_Di_Indonesia